Sabtu, 07 Mei 2011

" Surat Hati Tara "


 (lanjutan cerita sebelumnya)
Selama perjalanan, Tara dan Rangga terdiam karena belum ada diantara mereka yang memulai pembicaraan. Namun tiba-tiba Tara terlihat berkaca-kaca, karena melihat seorang gadis kecil yang sedang ngamen di lampu merah. Sekilas dia membayangkan itu adalah dirinya, dan otaknya pun mengembalikan ingatannya saat berumur satu tahun kepada ayahnya. Mungkin jika bundanya pun pergi, akankah Tara bernasib sama seperti gadis kecil itu, bisik hati kecilnya.
“Tara, kamu kenapa? Ada yang buat kamu sedih?” tanya Rangga yang sedikit bingung.
“Rangga … tolonng pelan bawanya.” kata Tara yang mencoba untuk terjebak dalam lampu merah.
“Tara, kita bisa terlambat.” sahut Rangga yang tidak mengerti maksud Tara.
“Aku yakin kita tidak akan terlambat. Tolong Rangga...” dengan nada memelas Tara mencoba membujuk Rangga.
            Rangga pun menuruti perintah Tara, yang mencoba untuk membawa pelan mobilnya.
“Good... kita terjebak lampu merah sekarang.” bisik Rangga yang masih bingung dengan maksud Tara.
            Tara pun segera membuka kaca mobil dan memanggil gadis kecil yang sedang ngamen di lampu merah.
“De..... Ade kecil....” teriakan Tara tidak hanya mengagetkan Rangga tapi juga pengendara yang lain.
“Tara... kamu mau ngapain... sebentar lagi juga mau lampu hijau “ sapa Rangga yang semakin bingung.
            Tara pun bergegas keluar mobil dan mengajak anak gadis itu ikut kedalam mobil. Melihat sikap Tara akhirnya Rangga mengerti maksudnya. Tara pun berhasil mengajak gadis itu ikut bersamanya kedalam mobil Rangga. Mereka pun duduk di belakang berdua. Rangga begitu terharu melihat kepedulian Tara terhadap gadis kecil itu. Rangga hanya memperhatikan keduanya dari kaca spion mobil dalam.
“ ade... kamu kan masih kecil, kenapa kamu ngamen di lampu merah?” tanya Tara dengan lembut.
            Gadis kecil itu tidak menjawab pertanyaan Tara, hanya terdiam dan menundukan kepala.
“kamu sudah makan?” tanya Tara .
            Gadis kecil itu hanya menggeleng-geleng kepala, mungkin dengan isyarat seperti itu Tara bisa mengetahui maksud dari si gadis kecil itu.
“Sebentar yah sayang, ka Tara punya sesuatu buat kamu. Kaka harap kamu suka.”
            Tara pun membuka tas ransel nya dan mengeluarkan bekal makan siangnya. Rangga yang sebentar-bentar melihat Tara dan gadis kecil itu hanya dapat terdiam serta berbangga hati melihat pujaan hatinya yang baik hati dan kembali fokus menyetir. Tara bermaksud untuk memberi makan siangnya kepada gadis kecil itu, dia tidak akan sampai hati melihat gadis yang masih kecil itu harus bekerja hanya untuk mencari sesuap nasi. 
“Ade kecil, kaka punya makanan untuk kamu.... lumayan untuk sarapan, makanan ini tidak mewah namun cukup untuk memberi energi untuk kamu. Kamu terima yah?” rayu Tara dengan harap dia mau menerima makanan pemberian Tara.
“Terimakasih kaka, nama aku Shilvya.... kaka bisa panggil aku Vya.”
“Terimakasihnya nanti saja setelah makan... oke Vya.”
            Setelah beberapa lama, akhirnya gadis kecil itu mau berbicara. Tara pun mengambil sapu tangan yang berwarna pink dari dalam tasnya. Dengan menggunakan sapu tangan kesayangannya, Tara mengusap wajah Vya yang penuh dengan debu dan juga menyisir rambut Vya. Sekilas melihat wajah Vya dan mengetahui namanya, Tara sedikit curiga karena namanya begitu indah dan wajahnya cantik tidak seperti pengamen jalanan pada umumnya. Namun Tara menghentikan kecurigaannya.
            Tiba-tiba saja Vya menghentikan makanannya, dan menangis terisak-isak. Rangga yang mendengar pun sempat terkaget oleh tangisan Vya.
“Lhooo.... dikasih makanan kok malah nangis sih.” tanya Rangga yang mulai terganggu konsentrasi menyetirnya karena tangisan Vya.
“Hush.. Rangga.” Tara mencoba menghentikan Rangga yang ingin menggoda.
“Kenapa sayang, kok nangis... makanannya tidak enak yah?” tanya Tara yang juga bingung.
“Aku inget ayah, seandainya ayah tidak pergi dengan tante centil mungkin ayah yang sekarang masak untuk aku.” jawab Vya dengan nada terisak.
“Loh, bunda kamu kemana?”
“Mama udah meninggal, makanya ayah pergi sama tante centil.”
            Tara bingung, usianya masih sangat kecil namun Vya sudah dapat mengerti kejadian itu dengan detail. Kisahnya hampir sama dengan Tara, namun Tara masih sangat beruntung karena bundanya masih bersamanya dan menyaksikannya tumbuh besar. Tak tersadar pun Tara mengeluarkan air mata.
“Kamu jangan menangis, nasib kita sama kok... tapi kaka selalu mencoba tegar walaupun lambat laun ketegaran kaka akan luntur oleh waktu. Besar tanpa kasih sayang ayah memanglah sepi, kaka pun rindu dengan sebutan ayah.” kata Tara sambil memeluk Vya dengan penuh kasih sayang.
            Rangga yang melihat kejadian di bangku belakang merasa terharu. Radit pun memiliki suatu rencana untuk membuat keduanya kembali tersenyum.
“Sudah sampaiiii.....” Tiba-tiba saja Rangga spontan berteriak, mengagetkan keduanya.
“Loh... ini dimana? Kamu lupa jalan ke sekolah ?” tanya Tara yang bingung
“Sudah turun mobil aja dulu, hari ini kita libur... tadi aku dapet sms dari Azril. Sekolah sepi karena guru-guru ada rapat dinas mendadak.” jawab Rangga yang mencoba menjelaskan
“Coba donk, aku lihat smsnya.”
“ini nih sms nya.” sesambil menunjukan isi dari sms Azril agar Tara percaya.
“Yaudah sekarang kita turun yuk.... kita makan yang enak, kebetulan aku bawa uang lebih. Habis makan kita main di Timezone. Oke”
“Tapi aku lagi enggak bawa uang Ga, kamu sama Vya aja yah. Aku pulang saja.”
“Kaka temani Vya yah, Vya pengen sama Ka Tara.”
            Tiba-tiba saja Vya memegang erat tangan Tara, yang artinya tidak memperbolehkan Tara pergi. Tara pun tidak bisa berkata-kata lagi selain mengangguk. Sebetulnya Tara tidak suka berpergian tanpa pulang terlebih dahulu kerumah, namun Rangga main buat acara sendiri tanpa berunding terlebih dahulu.
“Ayo Tar.... kita masuk, kalo kita berdiri disini terus yang ada nanti kita ditangkap satpam... dikira bawa BOM” kata Rangga yang mencoba merayu Tara sesambil menggoda.
“Yaudah deh.”
            Sasaran pertama yang akan dikunjungi adalah tempat makanan jepang. Bukan hanya karena tempat itu tempat favorit tapi juga sehubungan dengan perut Rangga yang sudah tidak bisa berkompromi. Sesampainya ditempat makan itu, Tara yang terlihat ragu untuk masuk kedalam tiba-tiba seorang waiters menghampirinya dan memberinya dua bunga. Vya yang melihat bunga itu terlihat begitu ingin diberi juga. Tanpa disangka Rangga memberi Vya bunga yang manis. Semuanya sudah Rangga persiapkan saat di mobil. Rangga hanya tidak ingin melihat Tara bersedih, baginya senyum Tara adalah nyawanya.
“Hei gadis cantik.... ini bunga yang cantik dan manis seperti kamu. Diterima yah Vya?” rayu Rangga kepada Vya.
“Terimakasih ka Rangga.... ka Rangga pacarnya ka Tara yah....?” tanya Vya.
            Pertanyaan Vya sontak mengagetkan keduanya.
“Aminn.” ceplos Rangga.
            Ceplosan Rangga membuat Tara tersipu malu. Mukanya memerah seperti starawberry karena tidak dapat dipungkiri lagi jika Tara pun sedikit menyimpan rasa sayang kepada Rangga.
“Rangga... kok gitu sih, ini anak kecil tau..” kata Tara dengan muka yang masih merah dan sesekali menyikut tangan Rangga.
            Setelah pesanan diantar ke meja, dan Rangga yang sudah tidak sabar untuk menyantapnya. Rangga pun langsung mengambil bagian pesanannya, baginya kalau sudah menyangkut perut tidak akan ada toleransi lagi. Ternyata tidak hanya Rangga yang terlihat lapar, Vya pun yang di mobil sudah makan masih terlihat lapar dan juga sesegara mengambil bagian. Berbeda dengan Tara yang membiarkan makanannya dingin dan terus melihat ke arah sudut ruangan tersebut. Rangga yang masih asik dengan makanannya belum sempat memperhatikan Tara, Rangga dan Vya masih saling berlomba menghabiskan makanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar