Sabtu, 07 Mei 2011

" Dia adalah hatiku "

 Kebohongan untuk Cinta Dista 
Cinta tercipta dari kejujuran dan akan menghilang karena kebohongan


“Dista……. Where are youuu beibhh…….??”
Suara teriakan dengan nada serak dan berdurasi panjang itu dikhususkan hanya untuk memanggil sahabatnya yakni seorang gadis yang sedang duduk di bangku taman sekolah.
Gadis dengan seragam khas sekolahnya berwarna pink kotak-kotak, rambut panjang terurai dengan jepit rambut merah jambu bertuliskan Dista (nama gadis tersebut, jepit bertuliskan Dista itu dia dapatkan sebagai tanda persahabatan dari Clara) yang sedang duduk santai sesambil menikmati klimaks dari cerita novel tentang cinta segitiga yang baru dibelinya kemarin.
Namun, sangat disayangkan karena pembacaan novelnya harus terhenti sementara oleh sebab teriakan Clara yang memanggil dari kejauhan dan ditambah untuk durasi adegan lari-larian seperti saat sedang di test lari oleh Pak Budi ( guru olahraga tersadis di sekolah favorit tersebut ).
“ Hosh…. Hosh…. Diss… Diss.. ta?” sapa Clara yang akhirnya sampai juga di tempat Dista duduk.
“ Ya ampun Cla… ada apa?? Coba loe atur nafas dulu, dan kemudian cerita??” saut Dista sambil mengusap-usap punggung Clara yang sepertinya kecapean habis lari-larian tadi.
“ Gini Dis… Radit… Radit…!” jawab Clara yang tetap dalam nafas terengah-engah.
“ Iya Cla, kenapa sama Radit?” Tanya Dista yang semakin bingung dengan teka-teki cerita setengah-setengah Clara.
“ Gini… tadi gue liat dia bawa-bawa cutter gitu, mukanya keliatan sedih banget dan jalannya kayak orang yang enggak punya semangat hidup… gue fikir dia mau bunuh diri karena semalem loe putusin dia…. Secara satu sekolah juga udah tau bagaimana Radit sayang dan cintanya sama loe Dis…?” Cerita Cla yang sedikit dengan nada panik, menularkan kepanikan Clara kepada Dista yang sebenarnya masih belum percaya.
“ Yang bener Cla…?? kita enggak boleh biarkan semua ini terjadi… bagaimana pun Radit adalah seseorang yang pernah ada di hari-hari gue dan di hati gue, sekarang dia dimana Cla?”
Dista pun tiba-tiba jadi panik sendiri, bingung harus berbuat apa ? Kalau yang dikatakan Clara itu benar adanya dan akhirnya kejadian…. Apa yang harus dia lakukan….? dia tidak mau Radit bertindak konyol seperti itu, seperti setiap adegan konyol di sinetron yang sering di tonton oleh mamanya.( bisik hati Dista yang sesekali membayangkan akan bagaimana akhir dari cerita Clara nanti tentang Radit).
“ Heloo Dis.. bukan saatnya loe ngelamun… tapi saatnya kita selametin Radit dan sadarin Radit.” Tepukan Clara menyadarkan Dista akan lamunan yang tak sepantasnya dilamunkannya itu.
“ Iiiyaaaa… ayo Cla… tadi dia kemana??” Tanya Dista yang semakin panik.
“ Tadi Radit jalan kearah Lab.Biologi, dan setau gue Lab itu memang sepi banget.” Jawab Clara yang semakin berhasil menambah panik hati Dista.
Setelah mengetahui akan kemana mereka mencari Radit, bukan saja jalan mereka yang dipercepat, tanpa sadar mereka sedang berlari-lari seperti orang yang sedang dikejar-kejar hantu. Dengan harapan tidak terlambat untuk menghentikan tindakan konyol Radit yang akan memutuskan urat nadi tangannya menggunakan cutter.
Wajah Dista sudah memerah dan basah dengan keringat, dengan mata yang sedang mencoba menahan tangisan. Jarak antara tempat duduk Dista semula dengan lab.biologi lumayan jauh. Setidaknya mereka dapat sekaligus membuang kalori yang lumayan banyak karena harus berlari dan menaiki satu demi satu deretan tangga yang cukup banyak untuk sampai ke lantai dua tempat lab.Biologi.
Sesampainya di lab.biologi, baik Dista maupun Clara tidak bisa menemukan Radit. Kepanikan pun semakin menyelimuti hati keduanya, Dista mencoba melihat kesegala arah dan Clara pun membantu melihat kesekitar tempat mereka berdiri. Ruangan Lab.Biologi pun tertutup rapat dengan tanpa ada sedikit pun celah untuk mengintip ke arah dalam ruangan tersebut, mereka hanya dapat melihat lingkungan sekitar lab saja.
Tanpa sengaja Dista memegang satu tralis besi dekat tangga, dan betapa terkejutnya sewaktu Dista melihat tralis yang dia pegang memiliki bekas ceceran darah yang masih basah alias belum kering. Ceceran darah itu lumayan banyak dan juga membasahi lantai sekitar tralis. Clara pun terkejut dan menangis, Dista pun tak kuasa menahan tangis yang sudah lama ia tahan sejak tadi. Fikir mereka, mereka telah gagal menghentikan tindakan konyol Radit dan kini Radit sudah pergi untuk selamanya.
Dista pun terjatuh, lemas dan masih tidak percaya kalau secepat itu Radit pergi. Yang dia tahu bahwa berarti kemarin adalah hari terakhir Dista bersama Radit. Memang sejak semalam tadi Dista perang hebat dengan Radit hingga melontarkan kata Putus yang berarti bahwa sejak semalam tadi Dista sudah bukan lagi pacar Radit, tetapi walau begitu Radit masih dimiliki hati Dista.
Walaupun Radit bukanlah pacar pertama untuk Dista tapi hanya Radit yang dapat menggetarkan hati Dista dan hanya Radit yang dapat merebut kunci hati Dista. Radit adalah cinta pertama Dista.
Dista masih tetap terjaga dalam pelukan Clara dan sekuat tenaga Dista mencoba menghentikan tangisannya, namun bukan karena dia cengeng tetapi karena hati dia yang tak sanggup menghentikan derai air mata yang membasahi wajah cantiknya tersebut. Dista berfikir dia sangatlah jahat karena dia Radit melakukan hal terkonyol bunuh diri tersebut, selain itu Dista pun menyesal karena belum dapat membahagiakan Radit di hari-hari terakhirnya.
“ Permisi mba Dista…” tepukan mang Supri mengagetkan keduanya, yang masih dalam perasaan berkabung.
Mang Supri adalah OB yang lumayan terkenal di sekolahan, karena karakternya yang lucu dan selalu bersahabat dengan semua murid-murid sekolahan sehingga tidak heran jika mang Supri bisa menghafal nama anak-anak di sekolahan, dan tidak hanya itu pengabdian mang Supri terhadap sekolah pun harus diacungkan jempol.
“Diss… kita pergi dari sini yuk, ada mang Supri… sepertinya dia akan membersihkan bekas darah Radit, sudahlah jangan kamu menangis lagi Dista sayang. Radit sudah pergi dan ini bukan kesalahan kamu.” Saut Clara yang mencoba untuk membangkitkan Dista dan mengajaknya pergi dari TKP.
“Tapi Cla… gue masih mau disini, gue masih pengen sama Radit… gue sayang sama Radit. Radit jahat Cla, dia yang sudah mengkhianti gue dengan ciuman depan gue bersama Dara tapi sekarang dia malah ngelakuin hal terbodoh dengan semakin nyiksa gue kayak gini. Loe juga tau kan kalau Radit itu…..” Dista masih belum bisa menerima ajakan Clara.
“Iya.. Dista, gue ngerti… Radit adalah cinta pertama loe kan , tapi ayo lah Dis hidup loe masih panjang Dista sayang.”
“Mba Dista… permisi mba… saya mau membersihkan bekas darah dari Lab Biologi yang tadi berceceran. Mba Dista kalau mau cari Mas Radit….?” Mang Supri pun tak kuasa dan ikut menangis, walaupun dia tidak tau sebab apa harus menangis.
“Radit dimana mang… tolong kasih tau saya?? Saya ingin melihat Radit untuk yang terakhir kalinya.” Dengan isak tangisan Dista mencoba bertanya pada mang Supri
“Udah ada di bawah mba…” mang supri pun masih dalam keadaan menangis.
Entah menapa dia menangis seolah-olah mengikuti jalan pikiran kedua murid tersebut. Mang Supri memang termasuk dalam kategori pria lebay dan jenaka. Walau mang supri bertingkah konyol namun untuk saat ini yang hanya difikirkan Dista hanya satu yaitu Radit…. Radit… dan Radit.
“Cla… ayo Cla… sebelum kita terlambat untuk kedua kalinya, setidaknya gue mau melihat wajah terakhir Radit kalau memang dia akan pergi.”
Tanpa banyak berfikir Dista menarik tangan Clara dan memaksa bergerak cepat turun ke bawah. Clara yang sudah tidak menangis dan sekarang malah senyum-senyum sendiri sedangkan Dista yang berlari cepat turun ke bawah masih dalam keadaan menangis.
“Brukk…!”
Dista terjatuh dan kakinya terkilir, tanpa dapat bangkit lagi Dista pun langsung tak sadarkan diri. Clara sangat khawatir dengan keadaan Dista sekarang, Dista terlihat sangat terpukul dengan berita kematian Radit. Clara takut Dista depresi, tanpa berfikir panjang Clara langsung menelephone salah satu orang di kontak Handphonenya.
“Hallo Radiit…. Dit Dista Dit?? Dista kecelakaan, gue ada di tangga dibawah lab.biologi. Tolongin gue, gue enggak kuat bawa Dista sendirian ke UKS.” Akhirnya kepanikan Clara benar-benar keluar saat melihat Dista yang tidak sadarkan diri dan mengingat Dista pingsan dalam keadaan menangis.
Ternyata yang di telephone Clara adalah Radit orang yang dikira akan bunuh diri karena putus cinta dari Dista dan sebenarnya ini adalah sebagian dari rencana Radit untuk bisa kembali dengan cintanya Dista dengan melibatkan Clara (sahabat Dista). Radit memang sudah tidak ada hubungan spesial lagi dengan Dista sejak semalam tadi namun jauh dari hati yang terdalam Dista tetap seorang yang sangat dia cintai. Keretakan hubungan mereka hanya karena kesalah pahaman dan sebagian dari ulah Dara.
Clara dan Radit tidak tahu kalau akan seperti ini kejadiannya. Clara merasa sangat bersalah kepada Dista, karena sudah membohongi dan membuat celaka sahabatnya.
“Iya… gue secepatnya kesana.” Nada panik pun mulai dilihatkan suara Radit di Telephone.
Tidak menunggu hingga 5 menit Radit sudah ada di TKP Dista pingsan. Tanpa berfikir panjang Radit langsung menggendong Dista dan membawa Dista ke UKS dengan perasaan cemas dan sekarang Raditlah yang berharap Dista akan baik-baik saja. Untuk kali ini Radit tidak bisa menutupi kekhawatiran tentang Dista. Clara dengan cepat mengikuti langkah cowo keren tersebut yang sedang membawa sahabatnya itu ke UKS sekolah.
Radit adalah cowo yang selalu cool, low profile dan smart di sekolah. Tidak heran jika banyak cewe yang terpesona dengan Radit, belum lagi dia adalah kapten tim Basket. Walau banyak cewe yang menyukai dan selalu menunggu pesona Radit, tetap hati Radit hanya untuk Dista seorang. Dista pun adalah cinta pertama Radit, dimata Radit hanya ada satu cewe yang terbaik dan terindah walau bukan seorang yang sempurna yakni Dista.
Sampailah mereka di UKS, dengan perlahan Radit membaringkan tubuh Dista pada tempat tidur UKS. Dista masih tetap belum sadarkan diri. Baik Radit ataupun Clara terlihat sangat panik dengan detakan jantung yang tak beraturan.
“Cla … bagaimana ini?? Gue enggak akan maafin diri gue sendiri kalau sampai terjadi apa-apa sama Dista!”
“Radit … asal loe tahu aja… disini gue juga ngerasa bersalah banget. Loe enggak tahu kan gimana histerisnya Dista waktu tau loe meninggal! Kita berdua sama aja… gue berharap Dista mau maafin gue dan loe. Lagian loe juga cari perkara buat rencana senekat itu, yang tadi itu darah apaan sih?? Gue fikir darah loe !.”
“ohh… itu darah tikus, tadi kelas gue memang habis praktek anatomi tubuh hewan. Akhh itu enggak penting sekarang, yang penting sekarang adalah Dista.”
Radit hanya bisa terdiam dan terus mengelus-elus rambut Dista yang terurai, Radit pun menghapus sedikit tetesan air mata Dista yang masih membasahi wajah cantik Dista dan berharap agar Dista segera sadar. Sementara Clara dengan sigap mencari wangi-wangian sebagai pertolongan pertama untuk menyadarkan Dista.
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Dista perlahan-lahan menggerakan tangannya dan membuka kedua matanya perlahan yang artinya dia akan segera sadar.
“My sweety…. Are you fine?? I`m sorry for my mistakes… please forgive me… Dista”.
Penglihatan yang masih samar-samar belum dapat menjelaskan wujud Radit yang berada di samping kanan Dista sejak dia pingsan tadi. Dista hanya baru menyadari kehadiran Clara karena suara Clara.
“Cla… ini dimana? Gue kenapa?”
“Kamu di UKS… tadi kamu pingsan.” Jawab Radit dengan pelan.
Suara itu begitu mengejutkan Dista yang baru tersadar dari pingsannya. Perlahan-lahan dia mencoba menoleh ke samping kanan. Dia terkejut saat melihat sosok Radit, orang yang dia fikir telah meninggal karena tindakan yang konyol, sedang berdiri tegak, sehat tanpa luka sedikit pun. Semua ini membuat Dista semakin bingung.
“Radit… kamu Radit?”
Ketidakpercayaan Dista membuat Dista tidak dapat menahan rasa ingin memeluk dan menangis pada dekapan Radit. Tanpa disadarinya Dista pun memeluk sambil sesekali meneteskan air mata. Radit pun terkejut dengan sikap Dista yang terlalu khawatir terhadap dirinya.
“Radit, loe jahat ! maksud loe apa? Bohongin gue, bikin gue khawatir? Belum puas loe nyakitin gue Dit?” Tanya Dista tanpa melepas pelukannya dan menghapus tangisannya.
Radit pun melepas pelukan Dista dan memandang kedua mata Dista dengan memberikan penjelasan berharap mereka berdua dapat bersatu kembali seperti disaat pertama jumpa dan sesekali dia mengusap air mata Dista.
“Gue sayang sama Loe… gue enggak bisa kehilangan loe Dis, andai loe tahu bagaimana gue sekuat tenaga menolak ciuman Dara malam itu, gue enggak mau pisah sama loe…. Maaf karena gue harus nyakitin loe, tapi gue juga di jebak Dara….”
Pengakuan Radit belum dapat mengobati sakitnya hati Dista. Sebenarnya Dista sudah tahu kalau Radit tidak pernah merespond Dara, tapi keadaan berubah sejak malam itu. Dara adalah teman satu ekskul Volly di sekolah. Dara memang sangat memuja Radit, demi mendapatkan cinta Radit bagi Dara tidak ada dalam kamusnya yang namanya kata nekat, gengsi, ataupun menjunjung tinggi harga diri.
Malam itu tepatnya pukul 07.00 malam di café pelangi menjadi malam pengkhianatan menurut Dista, bagaimana tidak? Antara Dista dan Radit belum pernah mereka melakukan hal sejauh itu mungkin hanya sebatas pegangan tangan dan hang out together.
Namun di belakang dia dan dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat orang yang paling dia sayang dan selalu ada di hari-hari dia selama satu setengah tahun itu tega berciuman dengan wanita lain yang tidak lain temannya sendiri. Walau Radit melakukan hal tersebut tanpa sadar ataupun merasa dijebak, tetap saja hati Dista sangat terluka.
“Tapi semua itu sudah terjadi, gue udah enggak bisa percaya lagi sama loe…. Sudah cukup gue ngerasa sakit, tolong jangan loe tambah lagi karena gue mungkin enggak akan sanggup. Lebih baik kita beteman saja, itu jauh lebih baik.” Jawab Dista, mencoba menahan rasa sakit, tangis dan mencoba tidak mengingat ataupun mengulang kejadian pada malam itu dalam otaknya.
“Tapi Dis, gue enggak sanggup untuk melepas loe dan berada jauh bersama loe. Kasih gue satu kesempatan. Kejadian tadi pun adalah cara supaya loe sadar kalau gue masih ada di hati loe, please terima cinta gue lagi dan maafin gue buat kesalahan yang udah gue perbuat…?”
“Maaf Dit, senadainya gue bisa kasih dua kesempatan… semua kesempatan itu akan gue kasih. Namun hati gue belum sanggup kasih kesempatan itu ke loe.”
“Gue harap loe bisa mengerti dan menerima keputusan gue itu dan loe enggak perlu khawatir karena gue sudah maafin loe walaupun sebenarnya itu hal yang paling gue benci.” Bisik hati Dista
Jawaban Dista yang seperti ini tidak pernah diharapkan Radit keluar dari mulut Dista. Rencana awal sama sekali tidak berhasil, hanya berhasil melukai cewe yang sangat dia sayangi. Namun, Radit tidak akan mundur begitu saja. Radit percaya cepat atau lambat dia pasti bisa membuat Dista kembali pada hati dan pelukannya.
“Dis, maafin gue yah sayang… ”
Penyesalan Clara sangat membuat Dista tersentuh, walau dalam hati, rasa jengkel masih dia rasakan akan kebohongan yang sudah membuat dia khawatir, pingsan, dan bahkan kakinya terkillir.
“iyah…. Lain kali jangan kayak gitu lagi yah Cla… loe itu sahabat gue.”
“iyah my sweetyy… I`m sorry.” Kata Clara
Radit masih bingung dan masih tetap terdiam dalam penolakan Dista. Namun itu tidak membuat Radit berputus asa karena menurut dia cinta Dista harus tetap diperjuangkan.
Demi cinta nya pada Dista dan demi menebus kesalahannya pada Dista, segala miliknya akan dia pertaruhkan sekalipun nyawanya harus jadi taruhan. Tidak pernah terfikir oleh Radit untuk mengganti posisi Dista di hatinya oleh siapa-pun sekalipun Dara ( cewe paling sexy dan paling cantik di sekolah).






29 September pkl: 07.00 pm
Keegoisan dan kesalahpahaman akan selalu jadi tembok untuk cinta….

Malam ini bukanlah malam yang nyaman untuk Radit . Mungkin tidak hanya malam ini saja, namun pada malam-malam sebelumnya pun selalu terasa sama. Keributan diantara suami istri yang selalu egois mempertahankan argumentasi nya masing-masing tanpa memikirkan perasaan Radit. Keadaan seperti itu selalu membuat Radit enggan berlama-lama di rumah.
Bukan karena dia bosan memiliki orang tua yang hampir setiap hari selalu bertengkar tanpa alasan yang jelas, tapi lebih karena dia ingin menenangkan hatinya.
Radit tidak memiliki saudara kandung. Seandainya dia memiliki saudara mungkin dia memiliki alasan untuk berontak ataupun memiliki teman untuk dapat menenangkan hatinya. Namun semua itu tidak mungkin terwujud, terlebih ketika melihat ketidakharmonisan kedua orang tuanya.
Perselisihan suami istri tersebut malam ini begitu menyesakkan batin Radit. Entah kenapa, biasanya Radit dapat bertahan dalam keadaan tersebut dengan mencoba mengalihkan keadaan dengan cara menyetel lagu rock atau pop sekencang-kencangnya. Namun sepertinya lagu yang disetel kencang itu sudah tidak berpengaruh lagi pada batinnya yang kerap kali membuatnya kacau dan kalang kabut.
Radit pun bergegas keluar rumah dan berfikir untuk pergi jalan-jalan keluar malam ini dengan jaket jeans birunya, entah kemana?.
“ Brummm…. Brumm……”
Suara motor ninja berwarna merah itu sudah siap untuk menemani Radit keluar dari segala masalah-masalah dirumahnya dan segera mencari udara segar.
Tarikan gas ninjanya mampu membawa kesenangan tersendiri bagi cowo keren yang terbilang low-profile ini. Jalanan yang sepi menambah nyaman untuknya menarik gas lebih ekstrim lagi, namun getaran handphone yang berkali-kali bergetar membuatnya harus mengurangi kecepatan ninjanya perlahan-lahan sampai akhirnya berhenti.
Saat melihat handphone, sudah ada 20 panggilan tidak terjawab ( 15 panggilan dari Dista dan 5 lagi dari Dara ). Tetapi tidak beberapa lama telephone nya kembali bergetar, sekarang yang menelephone adalah Dara ( cewe yang sudah lama suka dengan Radit, namun kalah saing dengan Dista ).
Tidak seperti biasanya dia me-reject telephone dari cewe centil satu ini. Malam ini keadaan merubah segalanya, dia mengangkat telephone dari Dara.
“ Ada apa ra?” Tanya Radit
“ Dit, ketemuan yuk… gue tunggu di café pelangi sekarang yah?” tanpa basa-basi Dara mengungkapkan pernyataannya kepada Radit.
“ Ngapain?? Males ah gue, lagian Dista juga enggak ada kan?” jawab Radit
“ Kata siapa Dista enggak ada?? Disini ada Dista kok! Dateng yah… kasian Dista nungguin lama”. Dara mencoba merayu.
“ Iyah.”
Dengan singkat Radit menjawab dan segara memutuskan telephone dari Dara. Saat ini, dia punya arah untuk melepaskan penat di otaknya yakni bertemu Dista.
Tidak sampai 10 menit, Radit sudah sampai di café pelangi dengan motor ninjanya. Hatinya begitu bahagia karena akan bertemu Dista.
Sesampainya di café, mata Radit terus mencari pacar tersayangnya itu. Namun belum sempat bertemu, seorang gadis sudah melambaikan tangannya dan memanggilnya.
“Radiit… Raditt… sini.”
Tenyata yang memanggil adalah Dara, tapi anehnya Radit tidak melihat kehadiran Dista di café itu. Perasaan bahagia yang tadi dia rasakan berubah menjadi perasaan curiga. Namun Radit mencoba tenang sesambil berjalan ke meja no 13 itu.
“Udah lama Ra, Dista mana?” sahut Radit.
Tanpa basa-basi, Radit langsung bertanya soal Dista.
“Duduk dulu aja… mungkin Dista masih di jalan.”
5 menit sudah, Radit menunggu Dista. Radit pun memiliki rencana untuk pergi sesegera mungkin dari café itu. Namun Dara selalu menahannya dengan alasan Dista. Radit sudah mulai curiga dengan sikap Dara terhadapnya. Tatapan Dara seolah-olah sedang menanti sesuatu, yang sulit ditebak olehnya.
“Ra.. mana Dista? Gue balik aja yah?”
“Tunggu 10 menit lagi, dia pasti datang. Oh iya, aku mau tanya sesuatu.. boleh?”
“Mau tanya apa?? Asal enggak aneh-aneh.. tidak apa-apa.”
“Kenapa sih.. kamu sayang banget sama Dista? Padahal dibanding aku, dia enggak ada apa-apa nya.” Tanya Dara yang mencoba menahan Radit dengan berbagai pertanyaan tentang Dista.
“Gue juga enggak terlalu ngerti soal itu… yang pasti Dista itu berbeda dengan gadis lain. Dia cantik tapi sederhana, dia pintar tapi tidak sombong, dan dia sangat rajin beribadah. Mungkin itu beberapa hal yang gue suka.”
“Dia anak orang kaya?”
“Enggak kok, dia anak dari keluarga yang sederhana, ramah, dan demokrasi…” jawab Radit dengan perasaan bangga
“Tajiran gue kemana-mana donk dit. Kenapa enggak sama gue aja?”
“Dia memang gak kaya, tapi setidaknya dia kaya hati. Gue tidak punya alasan memilih loe dari pada Dista.”
Tiba-tiba Dara memegang tangan Radit. Namun Radit sesegera melepaskan genggaman Dara.
“Apa-apaan sih loe!! Jaga sikap loe !” Darah Radit mulai naik, karena ulah Dara.
Namun Dara tidak menyerah. Dia tetap menggenggam tangan Radit, dan sekarang malah semakin nekat. Dara mendekatkan wajahnya di depan muka Radit, layaknya seperti orang akan ciuman. Radit tidak bisa berbuat apa-apa, dia masih terkejut dengan ulah Si cewe centil ini.
Lumayan lama mereka bertatap-tatapan. Radit pun segera tersadar dari khayalan gila tentang Dara, dan mencoba menghindar dari Dara. Saat dia menengok ke kanan, betapa terkejutnya dia. Melihat Dista menangis, Radit percaya Dista salah paham dan ini adalah ulah Dara.
“Harusnya gue sadar dari awal.” Bisik hati Radit
Penyesalan memang selalu datang paling akhir, dan kesalahan selalu akan datang paling awal. Radit pun menyadari hal itu dan sesegera mungkin mengejar Dista, berharap Dista mau mendengarkan penjelasannya dan memaafkannya.
“Dissss… Dissta tunggu.” Teriakan Radit ternyata mengalihkan perhatian para tamu café, namun dia mencoba untuk tidak peduli.
Secepat mungkin dia meninggalkan Dara, dan berlari mengejar Dista. Sedangkan di café, Dara sangat bahagia karena rencannya berjalan mulus. Walaupun dia tidak jadi ciuman dengan Radit, tapi dia berhasil membuat kesalah pahaman antara Dista dan Radit.
“Disss…”
Radit menggenggam tangan Dista, dan berusaha untuk menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi. Radit tidak ingin sesuatu yang tidak dia inginkan terjadi malam ini.
“Apa Radit?” jawab Dista, sesambil mengusap air matanya.
“Dis tolong jangan salah paham yah soal tadi, jangan marah?”
“Iah gak apa-apa kok Dit, aku rela kalau kamu lebih bahagia sama Dara terlebih aku tidak bisa memberi apa yang kamu inginkan?”
“kamu ngomong apaan sih, kamu mencintai aku aja itu sudah menjadi hal terindah.”
“Maaf… tapi sepertinya hubungan kita cukup sampai disini saja, semoga kamu bisa menemukan kebahagiaan kamu… aku selalu berdoa untuk kamu Dit.”
“Dis… jangan ngomong gitu.. aku sayang kamu.”
“Maaf”
Kata maaf Dista menjadi penutup hubungan mereka. Dista pun segera berlalu dengan taxi yang sejak tadi menunggu yang terhenti oleh genggaman Radit. Radit pun masih tercengang, dia merasa lengkap sudah kesedihannya malam ini.
Radit pun segera berlalu dengan motor ninjanya, dan kali ini dia tidak pulang kerumahnya. Radit pergi kerumah Leon, sahabatnya di Tim Basket.
Tidak sampai 20 menit Radit sampai di rumah Leon. Leon pun menyambut kedatangan Radit dengan tangan terbuka, tanpa basa-basi Leon pun mengajak Radit untuk ke kamarnya agar dia merasa lebih nyaman. Terlebih untuk dua minggu kedepan rumahnya akan sepi karena kedua orang tuanya sedang keluar kota, sehingga Leon pun tidak perlu ijin terlebih dahulu.
Senyamannya di kamar Leon, Radit pun langsung bercerita semua kejadian yang menimpanya malam ini. Leon pun turut prihatin dengan kesedihan cerita sahabatnya itu.
“Sabar Bro… gue fikir ini ujian dari hubungan loe.” Leon mencoba menenangkan hati Radit yang kalut.
“Sabar gimana? Orang tua gue bertengkar terus, Dara hampir mau nyium gue dan akhirnya Dista salah paham sampe mutusin gue…!”
“Tenang dong … gue tau Dista itu cewe yang baik, gue yakin dia enggak dari hati ngomong putus. Loe harus bisa buktiin kalau loe sayang banget sama dia… bukan malah nyerah gini bos!”
“Loe bener juga Bro… gue nginep di rumah loe yah untuk malam ini?”
Perasaan Radit sudah sedikit lebih tenang, setidaknya kali ini dia tidak salah pilih tempat untuk menghilangkan suntuknya. Tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya bahwa dia harus membuat dan menyusun satu rencana untuk bisa kembali jadi pacar Dista.
“Siip Bro… woles aje… loe mau tinggal beberapa hari pun tidak jadi masalah buat gue, loe itu sahabat gue dan udah gue anggap juga sebagai saudara kandung gue.”
“Thanks banget yah Brother…. Bagaimana pun caranya, gue harus bisa balikan sama Dista… tapi minta bantuan siapa yah?”
“Semangat…. Gue hanya bisa bantu doa, soal bantuan loe pikirin sendiri aja yah.. gue ngantuk…” sahut Leon yang sudah dengan keadaan mata lima watt.
Radit pun kembali terdiam karena merasa mendapat titik buntu. Pantang menyerah menjadi syarat utamanya kali ini dan otaknya terus memutar untuk berfikir. Tiba-tiba terlintas nama Leon dalam pikirannya, namun di fikir-fikir lagi Leon tidak bisa akting. Nilai dramanya aja 75 harga KKM. Otaknya kembali berfikir, dan tanpa sengaja dia mengingat satu sahabat Dista yakni Clara. Untuk kali ini dia yakin Clara adalah orang yang tepat.
“Clara…! Yapz… dia orang yang tepat untuk bantu rencana gue. Ya Allah semoga berhasil… aminn.”
Harapan Radit kepada Clara begitu besar, menurutnya hanya dia satu-satunya orang yang dapat membantu rencananya berjalan mulus. Pikirnya urusan amarahnya kepada Dara bisa dia pending sementara, tapi untuk masalah Dista harus sesegera mungkin selesai dan berakhir sesuai harapannya.
“Besok pagi di sekolah, gue harus ketemu sama Clara dan merundingkan semuanya.”
Hati Radit pun tiba-tiba menjadi H2C (harap-harap cemas). Leon yang sudah tertidur lelap dengan selimutnya, sedangkan Radit yang sampai saat ini masih melamun akan masalah-masalahnya dan rencananya untuk Dista.
Sedangkan jauh dari rumah Leon, Dista masih terjaga dalam tangisnya. Dia tidak percaya kalau akan seperti ini akhir cerita cintanya. Dista memang sudah merelakan Radit untuk Dara, tetapi jauh dari hati Dista hatinya sangat sakit dan hancur.
Sudah beberapa jam setelah kejadian di café itu, dia menangis. Hanya mengandalkan SMS untuk sekedar bercerita pada Clara, sahabat terdekatnya. Clara pun menjadi orang pertama yang mengetahui akhir hubungan Dista dan Radit yang unhappy ending. Rasa-rasanya walaupun sudah mengungkapkan segala isi hatinya pada Clara, namun tidak sedikit pun mengurangi kesedihan dalam hatinya.
Sampai akhirnya Dista pergi mengambil air wudhu untuk sholat dan menenangkan hatinya yang kacau. Akan ada banyak doa yang dia panjatkan kali ini.
Seusai sholat dan berdoa, hati Dista pun terasa lebih tenang. Lebih baik dari sebelumnya, untuk Dista tidak ada tempat mengadu yang paling tepat selain mengadu kepada Tuhan kita sendiri. Dista berharap hari esok akan lebih baik dari hari ini. Tidak akan pernah dia lupakan kejadian tanggal 29 September pkl.07.00 malam di café pelangi yang menjadi akhir hubungannya dengan Radit.

Hadir Tanpa Cinta

Minggu pertama tanpa cinta, seperti nafas tanpa udara. Sesak di hati, terlebih oleh sebab salah paham yang menjengkelkan. Itulah yang dirasakan Radit. Kini hari-harinya begitu kelabu, sangat berbeda sebelum kejadian di café pelangi terjadi yang begitu berwarna karena kehadiran pujaan hatinya.
Setiap waktu yang berlalu, tidak pernah akan dia sia-sia kan tanpa membahagiakan dan melindungi Dista. Radit sangat mencintai Dista, karena hanya Dista yang dapat membuat tenang, nyaman, dan damai hatinya di saat kedua orang tuanya bertengkar selain dengan mengalihkan musik rock atau pop.
Pagi ini Radit membuka mata untuk melihat handphone nya. Namun ternyata tidak ada sms atau pun telephone dari Dista, biasanya Dista selalu mengingatkan dia untuk tidak terlambat sekolah. Radit lupa kalau sekarang siapa aku dan siapa dia?. Pagi ini Radit berencana untuk menjemput Dista dan mengajak pergi bareng ke sekolahnya.
“Tak pernah setengah hati… ku mencintaimu……”
NSP-Tompi, tak pernah setengah hati di gunakan Dista sebagai nada deringnya kali ini. Lumayan lama Radit menunggu Dista mengangkat Telephonenya. Namun tak beberapa saat, suara halus yang dia tunggu-tunggu akhirnya dapat dia dengarkan.
“Assalamualaikum..”
“Dista, ini aku Radit… kamu dimana? Sudah berangkat sekolah belum?”
Radit memang bukanlah seorang muslim, sehingga bukan menjadi kewajibannya untuk menjawab salam dari Dista. Radit terlahir dari keluarga yang memiliki agama berbeda, ayahnya seorang muslim sedangkan ibunya seorang Kristiani. Namun bukan berarti Radit tidak menghormati Dista yang seorang muslimah, pikirnya akan lebih baik jika dia tidak sembarangan menjawab salam.
“oh Radit… ada apa dit? Tumben banget telephone pagi-pagi.”
“Berangkat bareng yuk Dis… aku jemput kamu jam 07.30 yah?”
“Maaf… tapi sepertinya aku tidak bisa, duluan aja yah.”
“Kenapa Dis… ?”
“Maaf yah, tapi nanti juga kamu tahu alasan aku … udah dulu yah… Assalamualaikum.”
“Diss…”
Belum sempat Radit merayu Dista, Dista sudah keburu mematikan telephone dari nya. Pikirannya pun melayang-layang memikirkan alasan mengapa Dista menolak ajakannya. Padahal Radit kangen banget sama Dista. Walaupun dia sadar kalau Dista sudah bukan pacarnya lagi, namun perasaan ini pun tidak dapat dia hindari.
Saat perjalanan menuju sekolah pun Radit terus memikirkan alasan yang tak pasti itu. Bermacam-macam alasan selalu membayangi pikiran Radit. Sempat terlintas pada bayangannya, Dista sudah memiliki pacar lagi dan berangkat dengan pacar barunya. Radit pun sesegera mungkin menghentikan bayangan konyolnya.
“Dista bukan orang seperti itu.” Bisiknya dalam hati.
Sesampainya disekolah, dia segera memarkirkan motor ninjanya di sebelah motor Leon sahabatnya. Tidak ingin berlama-lama di tempat parkir, Radit bergegas ke kelasnya yang berada di lantai Anyelir. Lantai Anyelir adalah lantai untuk anak kelas 3 SMA.
Sebelum ke lantai Anyelir, dia harus melewati Lantai Melati yang berarti lantai anak kelas 2 SMA. Saat melewati lantai melati, mata Radit terus mencari Dista yang tak lain adalah adik kelasnya sekaligus mantan pacarnya. Namun sungguh buruk nasibnya pagi ini, dia tidak melihat Dista. Yang dia lihat hanya seorang cewe yang sedang berjalan didepannya menggunakan kerudung.
Bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar